Cerpen-KETIKA HATI MEMILIH CINTA




Ketika Hati Memilih untuk Cinta
Sang mentari mulai muncul dan menebarkan cahaya cerah keseluruh jagat raya, cerahnya mentari tak mengalahkan cerahnya hatiku saat ini. Tepat hari ini tanggal 24 Juni aku berumur 20 tahun, dan di moment ultah ini sosok pengeran tampan yang aku kagumi selama ini tiba-tiba datang menghampiriku dan menyapa, aku terdiam antara percaya dan tidak, antara kenyataan dan mimpi. Dia memanggil namaku, oh my god,,, apa yang terjadi, mungkinkah ini nyata ya Tuhan, orang yang selama ini selalu menjaga pandangan denganku, orang yang selalu menghindar untuk berada di sampingku, tapi hari ini tiba-tiba dia berada di depanku, jantung ini berdetak begitu kencang, mulut ini terkunci untuk bicara, hanya seulas senyum manis yang mampu aku berikan untuk dia.
Aku masih tersipu malu ketika di hadapannya, tapi aku mencoba untuk santai dan menikmati moment yang tidak pernah terpikir olehku sebelumnya. Tiba-tiba dia berbicara dan mengucapkan selamat ulang tahun kepadaku. “ Ines selamat ulang tahun ya, saya do’akan semoga kamu selalu diberikan kesuksesan, kesehatan, dan kebahagiaan, dan jangan lupa untuk selalu tersenyum, karena senyum itu merupakan ibadah”. Dengan nada lembut dan terkesan malu-malu aku mengucapkan terima kasih kepada dia atas ucapan dan do’a yang telah dia berikan untuk ku, jujur aku seneng banget dia mau bicara dengan ku. Tuhan terima kasih hari ini Engkau telah berikan kesempatan kepada kami untuk bicara empat mata “ucapku dalam hati”.
Ines, boleh aku minta nomor hp kamu, jadi kita bisa saling komunikasi nantinya walaupun kita tidak bertemu, “ucap ka Dimas”. Tanpa menolak aku langsung memberikan nomor hp ku kepada dia. Setelah kami tukeran nomor hp, tiba-tiba ka Dimas memberikan sebuah kado kepadaku, tidak ragu untuk menerimanya. Ines, semoga kamu suka dengan kado ini, dan kalau bisa jaga kado ini dengan sebaik-baiknya, “ucap ka Dimas”.  Iya ka makasih atas kadonya, insyaAllah aku akan jaga hadiah ini dengan sebaik-baiknya, terimakasih  atas kadonya, dan kami pun berpisah.
Setelah pertemuan itu, kami mulai sering smsan, aku merasa nyaman dan manikmati saat komunikasi dengan dia, orangnya nyambung kalau diajak ngomong. Aku bingung dengan hatiku saat ini, apakah aku hanya sebatas mengaguminya, ataukah aku malah mencintainya, entahlah. Aku galau, jantung ini selalu berdetak kencang saat ada dia, mata ini seakan tidak ingin malihat yang lain saat dia menatapku, dia terus tersenyum dan sangat mempesona di hadapanku, setiap hari terus berlalu seperti ini. Sikapnya yang dulu terkesan dingin kini berubah menjelma sebagai sosok pangeran yang senantiasa selalu memberikan kehangatan dan kelembutan kepada seorang puteri.
Hatiku meleleh bagaikan permen kapas ketika dihadapannya, tanpa kusadari hatiku telah jatuh cinta kepadanya, dan aku mulai menunggu dia datang untuk menjemput hatiku dan menyatu kedalam hatinya. Tuhan hanya Engkau yang tahu akan rasa ini, jika memang dia seseorang yang Engkau persiapkan untuk ku, tanpa ragu aku siap untuk tidak melihat sosok lain dan tetap setia untuk menunggu dia datang, tetapi jika dia bukan sosok yang baik untuk ku, hilangkan rasa ini secepat mungkin agar aku tidak menangis nantinya.
Setiap hari dia selalu menjemputku untuk berangkat bareng ke kampus, pulang pun selalu bersama, dan setiap malam minggu dia selalu mengajak aku untuk makan malam di luar. Pada dinner yang ketiga dia mengungkapkan rasa itu kepadaku, rasa yang sebenarnya juga aku miliki untuk dia. Dia mengatakan kalau dia mencintai dan manyayangiku, aku hanya tersenyum mendengar pengakuannya dan mengucapkan terima kasih atas rasa yang telah dia berikan untuk ku. Malam itu aku tidak menerima ataupun menolak cintanya, tapi aku hanya meminta waktu untuk memberikan jawaban yang tepat untuknya. Aku memang juga mecintainya, tapi aku ingin tahu sejauh mana ketulusan dan pengorbanan dia untuk mendapatkan hatiku.
Aku cewe terkadang Introvert dan terkadang ekstrovert, seringkali aku tidak bisa memendam rasa sendirian, entah itu rasa bahagia, senang, sedih, maupun kecewa. Untuk itu aku selalu menceritakan tentang isi hatiku kepada kedua sahabatku Icha dan Dea. Aku paling dekat dengan Icha, kemana-mana kami sering bersama, dan kami juga sering jalan bertiga, hingga orang-orang menyebut kami tiga serangkai, kami hanya tersenyum ketika orang-orang menyebut kami seperti itu. Semakin hari persahabatan kami semakin erat, begitu banyak cerita yang telah kami lewati bersama, terasa hidup lebih berwarna ada mereka dalam hidupku.
Malam ini malam minggu, malamnya kaula muda untuk menikmati indahnya malam bersama sang kekasih. Malam itu ka Dimas mengajakku jalan, Tapi aku menolak ajakannya dengan alasan sudah buat janji bersama Icha dan Dea, dan aku lebih memilih bersama sahabatku untuk manikmati malam itu. Mungkin Dimas kecewa dengan penolakan ku, tapi dia mencoba memahami aku. Seandainya ka Dimas mengajakku lebih dulu mungkin aku akan memilih bersama ka Dimas.
Sesampainya di tempat makan favorit, kami mulai membuka obrolan, entah kenapa malam itu tema obrolan tentang cinta, gara-gara Icha yang memulai cerita, eh Dea juga ikut-ikutan nyamber, termasuk aku juga. Mereka mulai curhat colongan mengenai someone special mereka, sementara aku hanya tersenyum manis dan menjadi pendengar yang baik, tanpa banyak komentar. Setelah mereka berdua selesai curhat, mereka mulai mengintrogasi. Awalnya Dea yang menanyakan tentang siapa someone spesialku saat ini. Aku tidak menjawab seolah-olah tidak memiliki someone special dan aku mencoba mengalihkan pembicaraan, tapi malah mereka semakin penasaran. Akhirnya aku tidak bisa mengelak dari mereka dan aku menceritakan tantang kedekatanku dengan Dimas. Awalnya mereka kaget dan tidak percaya, seorang Dimas yang super dingin dan terkesan menjaga jarak  dengan cewe tiba-tiba berubah menjadi cowo yang hangat dan menyenangkan sungguh keajaiban. Aku fikir mereka tidak setuju atas hubunganku dengan Dimas, tapi ternyata mereka malah mendukung, aku bersyukur, obrolan selesai, makan malam juga selesai, kami pun pulang kerumah masing-masing.
Sesampainya dirumah aku langsung menuju kamar, berganti pakaian, kemudian mencuci muka dan berwudhu, sudah menjadi kebiasaan sebelum tidaur. Setelah itu aku langsung merebahkan tubuhku ke kasur. Tiba-tiba ada telepon dari Dimas dia ngasih tau kalau besok dia tanding lomba basket, dan meminta aku untuk bisa hadir di pertandingan itu. Aku tidak bisa menolak Dimas, dan aku mengatakan kalau aku akan hadir untuk menjadi penyemangatnya. Kemudian dia mengucapkan selamat malam  kepadaku dan menutup teleponnya, sebenarnya aku ingin menulis dulu tapi karena aku sudah ngantuk aku putusksn untuk istirahat dan tidur saja.
Hari ini senin, kembali beraktivitas seperti biasa, bergelut dengan buku dan setumpuk tugas dari dosen mulai berdatangan, sedikit lelah tapi aku menikmatinya dan selalu bersemangat. Kebetulan dosen mata kuliah Akuntansi Manajemen tidak masuk pagi ini, jadi aku bisa menyaksikan pertandingan basket Dimas. Semoga Dimas menang, do’a ku selalu menyertai.
Selesai berpakaian dan sarapan aku langsung berangkat menuju kampus. Biasanya aku kekampus bareng mobil Ayah, tapi hari ini memutuskan untuk naik motor sendiri, awalnya Ayah dan Bunda melarangku karena aku belum begitu mahir menggunakan motor di jalan raya, mereka takut kalau terjadi sesuatu denganku, tapi aku terus berusaha membujuk dan meyakinkan mereka, akhirnya mereka mempersilahkan aku menggunakan motor untuk pergi ke kampus, akupun langsung pamitan dan berangkat.
Ketika di jalan raya, aku sedikit takut juga, karena terlalu banyak mobil dan kendaraan yang lewat, aku mencoba untuk tetap focus tapi ternyata aku tidak bisa, aku kembali di ingatkan oleh kejadian dua tahun yang lalu, di mana ketika aku belajar menggunakan kendaraan aku tabrakan dengan sebuah mobil, karena waktu itu aku tidak bisa mengontrol diri, aku pingsan dan langsung dilarikan ke rumah sakit. Aku mulai takut dan mulai pelan, tubuhku gemeteran aku takut kejadian itu terulang lagi, aku yang tidak focus tanpa disadari aku melewati lampu merah, fikiranku kacau entah kemana dan kejadian itu terulang lagi, kali ini lebih parah. Waktu itu katanya kepala dan tanganku penuh darah dan aku langsung dilarikan ke rumah sakit terdekat. Salah seorang warga yang membawa aku kerumah sakit langsung menghubungi Ayah dan teman-teman ku. Aku tidak sadarkan diri selama tiga jam, tubuhku kekurangan darah dan stok golongan darah B kebetulan kosong saat itu, pihak rumah sakit kebingungan mencari pendonor, sayangnya golongan darah ayah A, golongan darah Bunda memang B tapi karena kondisi Bunda tidak memungkinkan sehingga Bunda tidak bisa menjadi pendonor. Pihak rumah sakit terus berusaha mencari. Tidak lama kemudian Dimas dan teman-teman lainnya datang, Dimas langsung menemui dokter dan mendonorkan darahnya, ternyata golongan darah Dimas juga B. setelah tiga jam berlalu akhirnya aku bisa sadarkan diri, ketika aku membuka mata di sekelilingku penuh dengan orang-orang yang aku sayangi.  Ya Allah jangan buat mereka sedih karena aku. Aku tidak menyangka Dimas ada di sampingku padahal hari ini dia tanding basket. Aku tidak bisa menahan air mataku untuk keluar, aku menyesali atas semua yang aku lakukan, aku menyesal karena tidak menghiraukan apa yang dikatakan Ayah dan Bunda, andai kata aku tidak keras kepala mungkin aku tidak terbaring di rumah sakit seperti sekarang ini. Dan aku sadar apa yang dikatakan orang tua itu pasti yang terbaik untuk anaknya, ketika mereka idak mengizinkan sesuatu kepada kita mungkin mereka punya firasat yang tidak baik, maka jangan sekali-kali kita mengabaikannya.
Ayah dan Bunda menemui dokter, tinggal aku dan Dimas, aku tersenyum dan mulai bicara kepada Dimas. Aku bertanya kepada Dimas tentang pertandingan basketnya dan apakah menang atau kalah. Dimas hanya tersenyum dan mengatakan kalau pertandingannya berjalan dengan lancar dan berjalan sesuai harapan. Dan Dimas juga berkata dalam pertandingan itu kalau kalah dan menang itu engga jadi masalah. Yang penting kita berani tampil di depan dan berusaha untuk memberikan yang terbaik. Seorang Dimas kata-katanya selalu memotivasi, itu salah satu hal mengapa aku senang berada di samping Dimas, pola fikir seorang Dimas itu dewasa. Kemudian kedua sahabatku Icha dan Dea datang dan membawakan jeruk, buah kesukaanku. Diruangan itu mereka berdua malah mengolokku dengan Dimas, aku dan Dimas hanya tersenyum dan mendengarkan ocehan mereka, sesekali Dimas menanggapi, dan mencoba untuk akrab dengan mereka.
Aku mulai bosan di ruangan ini, aku ingin kembali ke kamarku yang penuh dengan warna tapi sayangnya dokter belum memberikan izin dan aku harus bertahan satu hari lagi sambil menjalani perawatan, huh, membosankan sekali. Aku tidak sabar lagi untuk menunggu hari esok tiba, semoga malam ini cepat berlalu.
Akhirnya hari yang dinanti datang juga, aku bisa menikmati udara bebas dan menyatu dengan alam, menikmati harmonisasi alam yang indah. Sayangnya Ayah dan Bunda belum mengizinkan aku untuk keluar rumah walaupun kondisiku sudah membaik, mereka bilang aku harus istirahat di rumah dulu  beberapa hari untuk memulihkan keadaanku. Tidak masalah asalkan istirahatnya tidak di rumah sakit.
Bunda masuk ke kamar dan membawakan bubur sum-sum, kemudian Bunda membuka pembicaraan dan bertanya tentang hubunganku dengan Dimas. Aku kaget kenapa Bunda tiba-tiba bertanya seperti itu, aku bingung mau menjawab apa, aku takut  kalau aku bilang cinta ka Dimas, ibu marah dan tidak suka. Jadi aku katakan kalau tidak ada hubungan spesial  antara aku dengan Dimas, hanya sebatas kaka adik saja “ucapku ke Bunda”.  Aku fikir dengan Bunda bertanya seperti itu Bunda akan  melarangku untuk dekat-dekat dengan Dimas, ternyata aku salah, bunda malah memuji Dimas, katanya Dimas itu anak yang baik, bertanggung jawab, peduli terhadap orang lain dan rela berkorban, aku kaget Bunda yang belum begitu kenal Dimas tiba-tiba bisa berkata seperti itu ada apa sebenarnya yang terjadi. Mengapa Bunda bisa bilang kalau Dimas itu rela berkorban, memangnya Dimas telah berkorban apa dan untuk siapa. Tiba-tiba saja pertanyaan-pertanyaan itu muncul di pikiranku, dan akupun langsung menanyakannya kepada Bunda, tapi Bunda malah menjawab tidak apa-apa. Cuma sekedar menilai saja “ucap Bunda”. Aku tidak begitu menerima dengan jawaban Bunda. Aku harus cari tahu, sepertinya ada yang mereka sembunyikan dariku.
Hari ini selasa, aku sudah bisa masuk kuliah lagi, sesampainya di kampus aku tidak langsung masuk ruangan tapi Aku, Icha, dan Dea  atau kata sapaannya tiga serangkai nongkrong dulu di TAJAU atau taman hijau kampus, sambil bercanda ria, maklum beberapa hari tidak bertemu. Tidak di sangka seorang cewe cantik namanya Rina dengan wajah judesnya dia menghampiri kami. Di tajau itu Rina langsung menyemprotku, dan mengatakan kalau aku cewe tidak tau terimakasih dan menyusahkan orang lain, aku tidak mengerti mengapa dia berkata demikian, dengan pelan aku bertanya balik, ada apa sebenarnya Rin, mengapa kamu berkata seperti itu, apa aku ada salah. Dengan keras Rina menjawab “ya jelaslah kamu salah, gara-gara kamu Dimas dan kawan-kawannya gagal untuk ikut kompetisi basket, asal kamu tau Nes, bisa menang di kompetisi itu merupakan impian dan harapan Dimas, tapi kamu malah menghancurkannya, dan mungkin kalau Dimas tidak mendonorkan darahnya untuk kamu, bisa-bisa kamu tidak tertolong.”
Saat itu aku benar-benar terdiam tanpa kata yang bisa kulakukan hanyalah menangis, dan akhirnya aku sadar dan mengerti atas ucapan Bunda beberapa hari yang lalu. Ternyata Dimas sudah mengorbankan semuanya untukku. Kenapa Dimas harus berbohong ke padaku seolah semuanya baik-baik saja. Dan kenapa harus aku orang yang menghancurkan impian Dimas. Icha dan Dea mencoba menenangkan aku, Nes,,,,, Dimas tulus melakukan semuanya, karena Dimas itu sayang dan cinta sama kamu, kamu engga usah dengerin kata-kata Rina, dia kan orannya memang selalu begitu, selalu ingin memperburuk keadaan “ucap Dea”. Suasana hatiku saat ini benar-benar tidak nyaman, tapi aku harus berpura-pura seolah tidak terjadi apa-apa dan akupun masuk ke lokal mengikuti mata kuliah Manajemen SDM. Setelah perkuliahan berakhir, aku menelpon Dimas untuk ketemuan di kafetaria kampus, dan aku menunggu Dimas di sana, tidak lama kemudian Dimas datang. Dia menanyakan tentang keadaanku akupun menjawab kalau aku baik-baik saja. Rasanya ingin menangis kalau melihat wajah tenang ini, dia rela mengorbankan semuanya untukku, tapi aku tidak boleh terbawa suasana, aku tidak ingin Dimas melihat air mataku keluar. Ines malam ini aku boleh engga ke rumah mu “ucap ka Dimas” boleh ka, tidak ada yang melarang, datang aja. Baik, makasih Nes, uya Nes kamu mau makan apa malam ini entar aku beliin “ucap ka Dimas”, engga usah ka, aku tidak ingin minta apa-apa, kaka datang ke rumah, itu sudah lebih dari cukup bagi Ines. Lagi pula malam ini Ines mau menikmati masakan Bunda aja. Mobil jemputanku sudah datang dan aku pun pamitan dengan ka Dimas. Tepat jam 8.00 WIB, ka Dimas datang dengan style yang sederhana dan bersahaja, aku mengajaknya untuk duduk santai di kursi taman rumah sambil menikmati secangkir teh di bawah kolong langit bersama cahaya bintang dan rembulan.
Malam itu ka Dimas mengungkapkan lagi kalau dia benar-benar sayang dan cinta kepadaku, dan ka Dimas berharap aku menerima cintanya. Ka Dimas, boleh Ines tanya sesuatu, ada apa Ines, Tanya aja “ucap ka Dimas”. Kenapa kaka bohong sama Ines kalau pertandingan basketnya baik-baik saja dan kenapa kaka menyembunyikan kalau kaka yang telah mendonorkan darah untuk Ines, kenapa harus di sembunyikan ka. Kenapa Ines harus tahu dari orang lain yang tidak suka sama Ines. Kenapa harus gara-gara Ines kaka kehilangan impian kaka, kenapa harus Ines yang membuat kaka gagal. Ines minta maaf, mungkin Ines hanya menyusahkan orang lain saja. Mungkin kalau ka Dimas tidak kenal Ines, ka Dimas bisa mencapai impian ka Dimas.  Ines cukup menyalahkan diri sendiri, bisa tampil dan menang dalam kompetisi itu memang impian dan harapanku, tapi ka Dimas tidak pernah ragu dan menyesal untuk memberikan yang terbaik buat Ines.
Bisa menang di kompetisi itu memang penghargaan yang luar biasa, tapi sangat luar biasa lagi kalau kita bisa menyelamatkan orang yang kita sayangi dan cintai untuk bisa menatap dunia dan menikmati alam. Ines, kamu merupakan salah satu sesuatu yang berharga dalam hidupku, aku akan memberikan segalanya untuk mu, andaikan Ines membutuhkan nyawa ka Dimas sekalipun, kaka siap untuk menyerahkannya kepada Ines. Kaka selalu berdo’a agar Ines membuka hati dan menerima ka Dimas apa adanya.
Aku mencoba bicara dengan ka Dimas, dan mengatakan kalau banyak cewe yang suka dengan ka Dimas. Ines takut kalau kita jadian mereka akan sakit hati dan mereka akan tambah membenci Ines, jujur Ines tidak ingin ada masalah dengan mereka. Ines,,,lihat mata ka Dimas, walaupun mereka di luar sana banyak yang suka sama ka Dimas, tapi bukan mereka yang kaka pilih, seseorang yang kaka inginkan itu kamu Ines “ucap ka Dimas”. Jadi jangan pernah bohongi perasaan kamu Ines hanya karena kamu tidak ingin mereka kecewa.
Mereka orang-orang yang dewasa dan berpendidikan, mereka pasti bisa memahami “ucap ka Dimas”. Aku minta maaf kepada ka Dimas karena malam ini lagi-lagi aku tidak bisa memberikan, tapi aku berjanji pasti akan memberikan jawaban, tanpa memberikan kepastian kapan jawaban itu akan kuberikan.
Aku benar-benar bingung harus mengatakan iya atau tidak, mungkin kalau aku egois aku akan mengatakan iya, tapi mungkin kalau aku peduli dengan perasan cewe-cewe itu aku akan katakana tidak, ya Tuhan aku benar-benar bingung. Engkau sebenarnya tau kalau hambamu ini juga sayang dan cinta kepada ka Dimas, salahkah rasa ini, dalam istikharah cintaku kupanjatkan do’a, ya Tuhan jika memang engkau menghendaki aku bersama ka Dimas tolong mudahkan kami untuk bersatu dan jika memang engkau tidak menghendaki kami bersatu maka hilangkanlah rasa di antara kami berdua dan jangan biarkan diantara kami ada yang menangis. Dan dalam sujud istikharahku yang terakhir mengisyaratkan kalau aku harus menerima ka Dimas.
Aku pernah berjanji pada diriku sendiri, aku akan menerima cinta ka Dimas kalau aku sudah tau pengorbanan ka Dimas untuk mendapatkan hatiku, aku sudah mendapatkan jawabannya dan aku sudah melihat pengorbanan itu, lewat istikharah cinta. Tidak ada alasan untuk menolak ka Dimas, Hati aku memilih ka Dimas, dan akhirnya kami benar-benar jadian tidak lama kemudian ka Dimas meminangku, dan kamipun melangsungkan akad nikah, dan hidup bahagia. Semoga dia yang terbaik untuk sekarang, yang akan datang.
APRIL, 2014


Nama Peserta                      : Marnah
No. HP                                  : 087815957380
Alamat                                 : Gatot, Jl. Bawang Putih, Gg. In-gup, No. 93,
                                                   Kec. Banjarmasin Timur, Prov. Kalimantan
                                                  Selatan.
.
 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah pemikiran ekonomi

HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN (HADHANAH)

Cerita Motivasi